Recent Posts

    Cerita Ayahku Bukan Koruptor

    Awal yang tak pernah ku pikirkan. Saat aku akan memulai kelas baru, ketika kulihat KPK membawa pergi Ayahku. Ayahku terjerat korupsi di pemerintahan, di mana ayahku menjabat. Terpaksa KPK harus menahanya untuk mencegah pergi ke luar negri. Dulu semua orang menganggapku perfect girls, tapi sekarang, aku selalau menjerit dalam hati. Aku harus pindah dari rumah yang di fasilitasi negara ke rumah kecil di pinggiran kota Jakarta. Aku jatuh miskin. Namaku Nadine, dan inilah kisahku hidupku. Kisahku bukan untuk menjadikanmu lemah, tapi untuk menjadikanmu lebih tegar.

    Tak seperti biasanya. Pagi sebelum pergi ke sekolah, Ibuku selalu menyiapkan makanan pagi untukku. Susu kental manis biasanya selalu ada di meja makan bersamaan dengan makanan yang lezat siap di santap, tapi sekarang, semuanya akan berbeda. Kejadian yang di alami Ayahku, membuat Ibuku sedikit tidak waras. Ibuku hanya berdiam diri di kamar. Semua itu tak pernah terpikirkan sebelumnya. Ini pertama kalinya aku mempersiapkan sarapan pagi sendiri. Dalam hati aku berkata, ini benar-benar menyedihkan. Tapi ini akan lebih memburuk lagi saat aku berada di sekolah. Kulihat Ibu, Ia hanya terdiam di balik jendela membawa sebuah foto ayahku. Ayah pasti merindukan Ibu, seperti Ibu merindukan dirinya. Mereka berdua saling mencintai. Ibuku hanya bisa pasrah. Semua masalah ini di serahkan ke pengacara. Berharap pengacara bisa membuktikan bahwa tuduhan itu tidak benar. Aku berjalan mendekati ibu. Aku memeluknya dengan erat. "Aku sayang Ibu."
    Ibuku mencium keningku. Matanya berkaca-kaca. "Maafkan Ayahmu nak, seharusnya ini tidak harus terjadi. Aku yakin Ayahmu tidak bersalah." Aku peluk Ibu dengan erat. Aku bersukur punya Ibu yang selalu menyayangiku, meskipun aku kurang pintar. Suatu saat aku ingin jadi seperti Ibu.

    Ini pertamaku pergi kesekolah naik angkot. Biasanya sopirku, Pak Baroto selalu mengantarku dan menjemputku di parkiran sekolah. Aku benar-benar tak biasa dengan keadaan seperti ini. Udara di dalam angkot begitu sumpek. Rasanya aku akan muntah darah. Hal yang tak pernah terjadi saat naik mobil pribadi. Aku turun dari angkot tepat di pintu gerbang sekolah. Aku berharap tak ada satupun murid yang melihatku turun dari angkot, tapi itu mustahil, sekolah swata yang mewah ini terlalu ramai dengan murid-murid yang lalu-lalang masuk sekolah. Sebagian murid melihatku dengan heran. Tentu sebagian dari mereka heran, aku biasa datang ke sekolah di antar menggunakan mobil super mewah, tapi kali ini aku harus turun tahta naik angkutan umum. Tepat di halaman sekolah, seseorang menghentikan mobilnya dan membunyikan klakson dua kali. Kaca mobil super mewah itu terbuka. Dari dalam seseorang menyapaku. "Wah, si ratu sekolah naik angkot niu yehh." Itu hujatan pertama yang ku dapatkan. Dia adalah Chelsea. Cewe yang paling kece di sekolah ini. Ayahnya seorang pengusaha kaya raya. Dan Chelsea anak tunggal, artinya dia akan mewarisi semua perusahaan Ayahnya.

    Aku mencoba tenang dengan sindiran dari Chelsea. Ini awal  semua murid memasuki semester pertama di sekolah. Aku tidak yakin, beberapa murid di sini masih mau berteman dengan anak koruptor seperti diriku. Di dalam kelas mulai ramai dengan murid-murid yang siap menyambut semester             baru di kalas tiga. Aku duduk sendiri di bangku belakang, mencoba menenangkan diri dengan membaca buku. Dugaanku benar, tak ada satu muridpun yang peduli keberadaanku. Mereka semua sudah tau semua yang menimpa diriku. Tak ada yang lebih di benci dari pejabat yang jadi koruptor. Bahkan sahabat-sahabatku tak menghampiriku. Tapi Itu hanya prasangka burukku.

    "Aku turut prihatin dengan musibah yang menimpa Ayahmu." Seseorang menyapa diriku saat aku pura-pura menikmati bacaan buku. Suara itu familiar. Aku tau itu suara sahabtku. Namanya Lia. Dia sudah berteman denganku sejak SMP. Orangnya pinter, tapi pendiam, dan juga religius. Aku memandang wajahnya. Di samping Lia juga berdiri Ranti dan Dewi. Dia juga sahabtku. Ranti dan dewi orangnya cerewet, tidak seperti Lia. Aku sedikit kaku dengan Ranti dan Dewi semenjak kejadian ini. Biasanya kami terlalu akrab. Mereka berdua mempunyai karakter yang mirip denganku, fhasionable. Tapi sekarang itu sesuatu yang ironi bagiku.

    "Aku juga turut prihatin." Kata Ranti. Ucapannya terlihat kaku. "Aku juga Nad." Dewi juga menunjukan rasa empatinya padaku. Aku mencoba tetap tenang. Aku tidak ingin mendramatisir tentang ini. Itu tidak akan menjadi lebih baik. Ini adalah semester pertama di kelas baru, aku mencoba tersenyum. "Yah...oke. Aku salut pada kalian. Kalian masih memiliki rasa empati padaku. Terimakasih."
    "Semua pasti akan berlalu Nad." Lia mencoba menghiburku. Aku palingkan wajahku dari mereka bertiga. Aku pura-pura lagi menikmati buku yang ada di depan mataku. Ini benar-benar tak seperti biasanya. Jika sudah bersama mereka bertiga, biasanya kami yang paling ramai di kelas. Musibah yang menimpa diriku mungkin merubah segalanya.

    Bisa jadi ini akibat dari dosa-dosaku. Tapi entah kenapa, aku selalu mengkhawatirkan ibuku dari pada diriku sendiri. Suasana dalam kelas tambah ramai. Aku asik berpura-pura menikmati bacaan buku. Aku tidak ingin menunjukan kesedihanku pada teman-teman. Mereka bertiga, Lia, Ranti dan Dewi duduk di dekatku. Lia di sampingku, sedangkan Ranti dan Dewi duduk di depanku. Aku mencoba membiasakan diri seperti dulu lagi.

    "Apa kamu sudah mempelajari tentang Algoritma?"
    Lia mencoba menghiburku lagi dengan menanyakan tentang pelajaran yang aku benci. "Yah, aku mempelajarinya sedikit." Rasanya aku ingin memukul meja.
    "Itu akan jadi materi kita di awal semester." Kata Lia. Suaranya pelan, kelihatan jelas kalau dirinya anak polos.
    "Tapi aku tidak terlalu memikirkannya." Balasku. Mungkin itu terlihat jahat bagi Lia. Lia hanya menganggukkan kepalanya. Ranti dan Dewi asik mengobrol sendiri. Entah apa yang mereka bicarakan. Lembar-demi lembar Lia membuka buku matematikanya. Aku tidak tau seperti apa rasanya jadi murid pintar seperti Lia.

    Bersambung...


    Artikel : Pagishare.blogspot.com 

    0 Response to "Cerita Ayahku Bukan Koruptor"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel