Recent Posts

    Cerita : Lupa Jalan Pulang

    lupa jalan pulang
    Ketika seseorang menanyakan sesuatu padaku, kenapa diriku selalu melakukannya? Melakukan sesuatu yang mungkin baginya itu sesuatu yang tidak penting. Atau mungkin dirinya ingin mengatakan bahwa apa yang aku lakukan ini adalah sesuatu yang tidak penting. Atau mungkin saja dirinya ingin tau apa yang membuat aku bisa bahagia melakukannya. Kadang-kadang aku berpikir kenapa sebagian orang tidak mengerti apa yang lebih penting dibanding hanya selalu mengamati lalu menilai tidak berdasarkan kompetensi yang ada. Ia akan selalu mengira bahwa apa yang aku lakukan adalah sesuatu yang salah. Sesuatu tidak akan ada gunanya meskipun aku melakukannya seumur hidupku. Aku yakin seribu persen, ia sebenarnya iri dengan apa yang aku bisa lakukan. Faktanya ia selalu menilai setiap aku melakukannya, setiap aku melakukan kegiatan yang di anggap dirinya tidak pantas. Andaikan saja aku ini orang cerewet, aku ingin memberitahukan padanya bahwa tak ada yang lebih penting ketimbang melakukan sesuatu yang positif. Tapi kenyataannya, aku bukan tipe orang yang cerewet, atau tipe orang yang selalu berkata sepanjang pembicaraan. Aku lebih suka mendengarkan lalu mengambil bagian-bagian yang ku anggap penting. Sejauh aku ikut dalam pembicaraannya, ia tidak pernah berkata sesuatu yang lebih penting atau sesuatu yang lebih spesifik. Dirinya lebih suka membicarakan sesuatu yang tak bisa ku pahami. Dirinya hanya berbicara itu-itu saja yang membuat aku merasa ingin muntah darah. Dirinya memang lebih pantas diberi label sebagi tukang pemutar kaset baru dengan lagu lama. Itu mungkin terlihat konyol, tapi itu memang lebih pantas diberikan padanya.

    Aku mulai bergegas dan tak ingin lebih banyak tau tentang dirinya. Itu hanya akan menambah prasangka buruk padanya. Ketika aku bergegas memulai kegiatan yang aku sukai, aku berpikir bahwa aku meninggalkan pesan untuk sesorang dirumah. Walupun sebenarnya itu tidak penting, tapi itu akan lebih bijak jika aku harus melakukannya. Hitung-hitung untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang buruk padaku. Tapi faktanya, seumur hidupku sekalipun aku belum pernah meninggalkan pesan untuk orang dirumah, kecuali seseorang sedikit peduli dengan bertanya kemana aku akan pergi. Jikapun aku harus meninggalkan pesan untuk seseorang dirumah, sepertinya itu tidak akan merubah apapun. Tidak akan ada yang panik apalagi mengkhawatirkan jika harus terjadi sesuatu padaku. Aku sudah menyadari sejak lama, akan lebih baik jika aku tak usah sekalipun meninggalkan pesan untuk orang dirumah ketika aku akan pergi. Waktu berjalan begitu cepat. Aku merasakan ada sesuatu yang berbeda. Aku berpikir bahwa hari ini bumi berputar lebih cepat dibandingkan hari biasanya. Ketika aku membetulkan sepatu yang sedikit kurang rapi, aku mendongkan kepalaku kearah langit. Kulihat langit berwarna biru keabu-abuan. Warnanya cukup aneh tapi membuatku merasa lebih tenang. Mungkinkah ini yang disebut kelabu? Jika benar, aku ingin sekali sepanjang waktu langit selalu seperti ini. Aku benar-benar tidak pernah setenang ini. Biasanya hatiku selalu terusik oleh pikiran-pikiran jahat yang selalu mengganggu kehidupanku yang sudah kelam ini. Bukan bermaksud tidak bersyukur, tapi faktanya memang seperti itu adanya. Aku berpikir bahwa kota ini memang tak pernah menganggapku ada. Kata-katanya memang cukup menyedihkan, tapi aku tak bisa berbohong pada siapapun bahwa kota kecil ini memang tak pernah menganggapku ada.

    Ketika aku baru memulainya, mataku benar-benar tak bisa diajak kompromi. Mataku selalu memaksa agar kepalaku selalu mendongak keatas langit. Aku cukup tau diri, ini benar-benar keajaiban yang tak pernah kupikirkan sebelumnya. Mungkin sepanjang jalan aku berlari, aku terus mengagumi langit yang begitu mempesona. Langit yang membuat suasana menjadi kelabu ini benar-benar telah menghipnotis diriku. Bagaimana aku bisa mengagumi sesuatu yang tak pernah disukai kebanyakan orang. Apakah mungkin diriku ini memang aneh? Sejujurnya aku benar-benar tidak peduli dengan apa yang baru saja aku tanyakan. Startpun dimulai, aku mulai membisikkan pada diriku sendiri agar tetap untuk menghemat tenaga. Bukan untuk apa-apa, tapi hanya untuk menjaga agar suasana tetap terkendali. Sepanjang perjalan angin bersemilir menerpa wajahku. Aku benar-benar tak pernah merasa bersyukur seperti ini. Aku terus mengamati langit yang terus menunjukkan pesonanya. Matahari sore berwarna merah seakan-akan seperti cakrawala membakar samudra. Semua ke indah an dariNya benar-benar sulit untuk dituliskan dengan kata-kata. Hanya bisa dikagumi  dan dinikmati. Andai saja setiap hari aku bisa menikmati dunia seperti ini. Dunia dimana aku tak pernah merasa lebih bersyukur dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya. Oh Tuhan, ini benar-benar keren.

    Sekitar satu kilo meter telah aku lewati. Aku melambatkan memperpelankan lariku. Berhenti dipinggir jalan dimana aku bisa melihat indahnya langit yang akan segera pergi. Sore ini akan segera berganti malam, dimana aku biasanya menghabiskan waktu malam hanya didepan komputer atau ditemani secangkir kopi dan buku-buku yang aku sukai. Ketika aku berhenti menikmati angin yang terus bersemilir, aku berpikir bahwa hari ini tidak akan pernah bisa kunikmati di hari esok ataupun lusa. Kadang hari paling spesial hanya datang lebih sedikit ketimbang hari-hari seperti biasanya, lebih tepatnya hari-hari yang monoton seperti kehidupanku. Waktu terus berjalan, perlahan matahari mulai terbenam bersembunyi di ujung barat. Seakan-akan ia malu dengan diriku atau mungkin tidak suka terhadap diriku. Untuk menghindari aku pulang tidak terlalu sore, aku beranjak pergi untuk terus menikmati indahnya jalanan pinggir kota. Dalam sisa-sisa perjalanan pulang kerumah yang mungkin membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit, tiba-tiba aku mendadak berhenti. Bukan karena aku merasa tidak ingin pulang atau ingin beli air minum, tetapi sesuatu telah menarik perhatianku. "Aku hanya lupa jalan pulang."

    Sumber gambar; pixabay.com
    Artikel : Pagishare.blogspot.com

    0 Response to "Cerita : Lupa Jalan Pulang"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel