Recent Posts

    Kisah Gadis Penolong

    gadis penolong

    Gadis Penolong

    Saat Aku duduk di bangku taman kota dalam keadaan setengah sekarat. Aku berpikir orang aneh yang ada di dekatku ini akan menolongku, paling tidak menunjukan sedikit rasa empati, tapi dilihat dari raut wajahnya, ia sama sekali cuek terhadapku. Dalam keadaan sakit menahan darah yang terus mengalir dari sebelah pelipis kiriku, aku mengamati gerak-gerik orang aneh yang berdiri tidak jauh dari hadapanku. Orang aneh itu sedang mengorek-ngorek sesuatu didalam tas yang dikalungkan di badannya. Aku terkejut ketika orang aneh dihdapanku itu mengeluarkan sebuah benda kecil berwarna kuning emas dari tasnya. Sambil tersenyum, orang itu mengulurkan benda berwarna emas itu ketanganku. Walaupun dalam menahan sakit yang luar biasa, aku mencoba meraih benda berwarna kuning emas itu. Ketika tanganku mendapatkan apa yang orang aneh itu berikan, aku bisa merasakan halusnya sebuah selongsong peluru. Aku benar tak tau apa maksud dari orang itu memberikan sebuah selongsong peluru kepadaku. Senyuman sinis darinya membuatku merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan laki-laki aneh yang ada didepan mataku.

    Angin bersemilir menerpa wajahku. Aku masih tak percaya apa yang ada ditanganku. Sebuah peluru, ya peluru. Kata-katanya memang menakutkan. Apalagi jika selongsong peluru itu menembus jantungku. Aku mati. Pasti mati. Dan orang yang menatapku dengan sinis dihadapkan ini pasti akan senang. Senang melihatku sekarat. Senang melihat aku terkapar di hamparan rumput kota ini. Tapi untuk menghargai bahwa aku ini masih orang normal, aku tak ingin prasangka. Aku berpikir positif. Ya, itu ide bagus. Sekian detik telah berlalu, aku ingin tau apa yang akan dilakukan orang ini. Orang yang telah memberikan banda aneh. Benda yang sangat menakutkan. Aku mengamatinya. Orang yang berdiri tidak jauh dari mataku ini bertingkah yang tidak wajar. Ia mengorek-ngorek tasnya kembali yang tergelantung di badannya. Aku mulai curiga dan takut. Aku berpikir ia akan mengeluarkan lagi selongsong peluru dari dalam tasnya seperti beberapa menit yang lalu. Jantunhngku benar-benar berdebar. Meskipun dalam hati aku takut, tapi aku tidak sabar apa yang akan dilakukan oleh orang yang di depan mataku ini.

    Ketika dalam puncak kekhawatiran, mataku melotot menyaksikan apa yang akan dikeluarkan oleh orang misterius dihadapkan ini. Tiba-tiba orang yang berpakaian cukup rapi ini mengeluarkan sebuah kain warna hitam dari dalam tasnya. Aku merasa aneh tapi dalam hati aku lega. Kekhawatiran tentang apa yang terjadi pada menit-menit yang telah berlalu ternyata tidak terjadi. Dirinya bukan mengeluarkan selongsong peluru lagi namun hanyalah sebuah kain yang berwarna hitam. Ukurannya hanya selebar  kertas folio. Aku tidak sabar menyaksikan apa yang ia lakukan menggunakan kain warna hitam itu. Mungkin orang ini akan sulapan.

    "Kamu tau ini apa?" Bisiknya pelan.

    "Itu hanya sebuah kain," Jawabku.

    "Bukan, ini adalah sebuah pistol."

    Aku tak mengerti apa yang ia katakan. Ia benar-benar begok. Itu hanyalah sebuah kain warna hitam, ukurannya tak lebih dari lembaran kertas folio. Tiba-tiba ia tertawa kecil, giginya terlihat berwarna kuning. Menunjukkan bahawa orang ini jarang gosok gigi. Rasanya aku ingin muntah darah. Lalu ia mendekatiku. Jaraknya hanya beberap cm dari wajahku. "Ini sebuah pistol," bisiknya cukup pelan. Lalu orang itu menjauh dari hadapanku. Tiba-tiba ia tertawa lagi. Lagi-lagi gigi kuningnya terlihat. Kali ini terlihat jelas. Rasanya semakin aku ingin muntah darah berlipat-lipat ganda. Dalam keadaan perasaan yang tidak menentu, aku baru sadar, bahwa aku memegang sebuah selongsong peluru. Aku mulai takut. Apakah ada hubungannya selongsong peluru ini dengan kain yang berwarna hitam itu? Ini benar-benar misteri.

    Saking penasaran denga apa yang akan ia lakukan, sampai-sampai aku tak sadar dengan rasa sakit yang aku alami saat ini. Aku mulai mengamati dengan serius. Orang itu memegangi kain berwarna hitam itu menggunakan kedua tangannya. Cara memeganginya cukup lucu. Ia seperti ingin mengajak adu banteng. Cukup lucu, tapi menyedhihkan. Orang itu mengipat-ngipatkan kainnya. Awalnya pelan, tapi lama-lama semakin kencang. Ia seperti main sulap. Aku mengamatinya dengan seksama. Peluru yang ia berikan masih dipegang dengan erat. Orang itu seperti orang begok. Ia bertingkah seperti pesulap amatir. Tiba-tiba ia tertawa. Semakin lama-lama ia tertawa terbahak-bahak. Ini cukup aneh tapi juga lucu. Aku tak pernah berpikir untuk mendapatkan sebuah pertunjukan yang menjijikkan seperti ini. Saat mataku mengamati lebih serius, aku mulai melihat ada sesuatu yang berubahah dengan kain yang ia pegang. Semakin diperhatikan, kain warna hitam itu semakin memudar. Tiba-tiba ia menghentikan pergerakan terhadap kain itu. Lalu orang yang mirip pesulap amatir ini melipat kainnya. Ia menatapku. Tatapannya sangat sinis. Aku sedikit takut dengan cara ia melihatku. Matanya benar-benar melotot. Tentu saja orang ini melototiku. Untuk menghilangkan rasa takutku, aku berpaling dari wajahnya. Aku mengalihkan mataku kearah kain ditangannya. Tapi bukan sulap bukan sihir, bukanya mendapatkan ketenangan, tapi aku mendapatkan pemandangan yang lebih menakutkan. Lebih menakutkan dari pada aku melihat matanya. Tiba-tiba kain berwarna hitam pekat itu sekarang telah berubah menjadi sebuah pistol. Yah, itu benar-pistol. Aku mulainya merasakan keringat dingin membasahi seluruh tubuhku. Aku  mulai berpikir, bahwa orang yang ada didepan mataku ini benar-benar pesulap. Meskipun ia mungkin pesulap amatir, tapi tetap mengerikan kalau begini. Ia benar-benar pesulap amatir kelas kakap. Bagaimana tidak, ia bisa merubah kain menjadi sebuah pistol hanya dengan menggerak-gerakan kainnya. Lucu tapi menakutkan. Aku menatap matanya. Tiba-tiba ia tersenyum kecil. Lalu ia mengeluarkan suara yang cukup pelan, "mana pelurunya?" Aku terkejut dan mulai khawatir. Apakah orang ini mau mencelakai hidupku. Apa orang ini menginginkan aku mati? Entahlah.

    Aku mulai pasrah untuk beberapa menit-menit kedepan. Tapi aku merasa ada sesuatu yang aneh. Sesuatu yang aneh menambah suasana kurang menguntungkan bagiku. "Peluru, mana peluru itu," kataku terkejut. Lalu orang yang kusebut pesulap amatir tertawa. Awalnya tertawa kecil, tapi lanjut ke-tertawa terbahak-bahak. Aku benar-benar mulai takut. Aku ingin menangis. Aku segera ingin kabur dari tempat ini. Tapi itu tidak mungkin. Aku tau diri keadaanku saat ini. Dengan keadaan setengah sekarat seperti ini, tidak mungkin aku bisa berlari sekencang larinya orang normal. Aku benar-benar pasrah jika aku harus mati. Kadang-kadang aku benar-benar ingin pergi dan tak ingin kembali lagi. Kembali ketempat dimana orang-orang tidak menghargaiku. Dunia ini cukup luas dan juga warna-warni. Tapi bagiku, dunia ini seperti neraka. Aku selalu merasa aku ini sendiri. Tidak ada yang peduli padaku. Aku benar-benar menangis. Air mata menetes dari kedua mataku. Aku kembali menatap wajahnya. Ia masih saja tertawa. Ia benar-benar senang melihatku menderita. Tiba-tiba ia mengokang pistolnya. Aku takut. Aku segera meninggalkan dunia ini. Dunia yang tak pernah menganggapku. Ia mengarahkan tangannya ke hadapanku. Aku sudah siap untuk mati. Aku memejamkan mataku. "Dooor," suara pistol. Suaranya sangat keras. Apakah dia benar-benar menembakkan pistolnya kekepalaku? Apakah aku sudah mati? Apakah aku akan segera melihat surga dan neraka? Tiba-tiba terdengar suara "bruuuuk". Suara seperti orang yang jatuh tergeletak. Siapa yang jatuh? Siap yang tergeletak? Apakah itu aku. Apakah aku benar-benar sudah mati? Jika aku kena tembak, kenapa aku tak merasa sakit saat suara pistol itu berbunyi. Seharusnya aku merasakan selongsong peluru itu menembus kepalaku atau jantungku. Ini aneh. Jika bukan aku yang kena tembakan, lalu siap yang jatuh tergeletak saat suara pistol itu berbunyi? Semakin kesini, aku merasa, aku baik-baik saja. Aku masih bisa merasakan angin yang terus bersemilir menerpa wajahku. Aku masih hidup. Ya, aku masih hidup. Aku merasa lega. Aku masih diberi kesempatan hidup meskipun dunia ini tak menganggap diriku. Lau siap orang terjatuh tadi? Aku membuka mata. Aku terkejut. Orang yang kusebut pesulap amatir itu tergeletak di hadapanku. Darah mengalir dari dadanya. Siapa yang melakukannya? Apakah orang ini menembak dirinya sendiri? Ini tidak mungkin. Bukankah ia ingin menyakitiku?

    Aku berpaling ke arah depan, tapi tidakak ada siap-siapa. Aku berpaling kearah kiri, tapi juga tidak ada siapapun. Kali ini aku menoleh kekanan. Aku kaget ketika kulihat seorang wanita berdiri tegak disisi kananku. Jaraknya tidak terlalu jauh, tapi aku bisa melihat dengan jelas wajahnya. Ada sesuatu yang menarik perhatianku, bukan karena parasnya yang cantik, tapi sebuah pistol di tangan kanannya. Apakah dia yang menarik pelatuknya? Apakah di a yang membuat orang ini terkapar? Lalu ia tersenyum, membuat parasnya semakin cantik saja. Siapa gadis itu? Mungkinkah ia malaikat yang ingin menolongku? Atau mungkin ingin menjadi pendamping hidupku untuk melewati masa-masa yang sepi? Itu konyol. Tidak mungkin gadis itu mau berteman dengan sosok seperti diriku. Semakin kupandang wajahnya, semakin pula ia terlihat mempesona. Jika aku bisa jalan secara normal, aku ingin mendekatinya. Tapi aku sadar diri dengan keadaanku seperti ini. Aku masih dalam keadaan setengah sekarat. Pasti akan terlihat lucu jika aku bejalan. Itu akan terlihat seperti zombie. Aku benar-benar terpesona dengan wajah gadis itu. Wajahnya benar-benar seperti malaikat. Tapi tiba-tiba, ada sesuatu yang tidak beres. Ia mulai menunjukkan sesuatu yang aneh. Ia tidak lagi tersenyum. Ia mulai menunjukkan tampang yang sinis. Aku mulai tak tenang lagi. Ia menatapku tanpa henti. Wajahnya yang mempesona berubah menjadi seperti orang yang sedang frustasi. Tiba-tiba gadis itu mengangkat pistolnya. Aku benar-benar takut ketika melihat ia mengarahkan pistolnya kewajahku. Kali ini aku benar-benar akan mati. "Doooor" gadis itu benar-benar menarik pelatuknya. Dengan kecepatan yang tinggi, aku tidak mungkin bisa menghindari peluru itu. Aku benar-benar pasrah. Tiba-tiba terdengar suara orang jatuh. Siap dia? Tentunya bukan aku. Aku menatap ke gadis itu. Ia tersenyum kembali, wajahnya terlihat mempesona lagi. Aku tidak tau apa yang terjadi. Hingga aku mendengar orang seperti merintih kesakitan. Suara itu ada dibelakangku. Aku menoleh kebelakang. Ya, ada orang terkapar dibelakangku. Aku mulai sadar orang ini juga akan membunuhku. Aku berpaling ke arah gadis itu. Ia masih saja tersenyum. Aku mulai menyadari, gadis itu hanya ingin menolongku. Saat itu pula aku terbangun dari mimpiku. Dan siap menghadapi kehidupan yang nyata. Kehidupan yang benar-benar tak menginginkan diriku ada.

    Sumber gambar: pixabay
    Artikel : Pagishare.blogspot.com 

    0 Response to "Kisah Gadis Penolong"

    Post a Comment

    Iklan Atas Artikel

    Iklan Tengah Artikel 1

    Iklan Tengah Artikel 2

    Iklan Bawah Artikel